Kamis, 28 Januari 2016

Teori Belajar

A.    Pengertian Teori Belajar

Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.

B.    Macam-Macam Teori Belajar          

1. Teori Belajar Global
Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang hayat, artinya belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan terbatas pada dinding kelas.  Hal ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya,  manusia akan selalu dihadapkan pada masalah-masalah, rintangan-rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan ini. Prinsip belajar sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO, yaitu:
(1) learning to know, yang berarti juga learning to learn;
(2) learning to do;
(3) learning to be, dan
(4) learning to live together.
Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa buka hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu.
Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.
Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang melandasinya. Ada beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri diantaranya:

·         Teori Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar terbagi empat periode yaitu: a) periode sensori motor ( 0 – 2 tahun); b) periode praoperasional (2-7 tahun); c)periode operasional konkrit (7-11 tahun); d) periode operasi formal (11-15) tahun. Sedangkan konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget yaitu: skemata (dipandang sebagai sekumpulan konsep); asimilasi (peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang telah dimiliki seseorang; akomodasi (terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama); dan equilibrium (bila keseimbangan tercapai  maka siswa mengenal informasi baru).
  
·         Teori Bruner
Teori belajar Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti tiga tahap representasi yang berurutan, yaitu: a) enaktif, segala perhatian anak tergantung pada responnya; b) ikonik, pola berpikir anak tergantung pada organisasi sensoriknya dan c) simbolik, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal sehingga anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
Implikasi teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah.Dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam benaknya.

·         Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya (zone of proximal development), yaitu perkembangan kemampuan siswa sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Vygotsky juga menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses interaksi terjadi, baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat dapat berkembang.

·         Teori Dewey
Menurut Dewey dalam Experience and Education, pendidikan merupakan persiapan. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu rekonstruksi pengalaman, langkah ke depan, untuk persiapan berikutnya. . Dalam hal ini, penggunaan keterampilan saat ini sebagai persiapan masa depan merupakan kontradiksi dengan pemikirannya bahwa pendidikan merupakan suatu proses kehidupan dan bukan suatu persiapan untuk kehidupan mendatang. Sumbangan Pemikiran John Dewey Terhadap Pendidikan Apresiasi dan sumbangan pemikiran pendidikan John Dewey tidak dapat dipungkiri telah berdampak luas, tidak hanya di Amerika tetapi dunia. Di Amerika, disebutkan bahwa dialah orang yang lebih bertanggung jawab terhadap perubahan pendidikan Amerika selama tiga dekade yang lalu. Pengaruh Dewey telah memberikan rujukan terhadap praktek persekolahan, dari yang bersifat formal dan pengajaran yang penuh dengan gaya memerintah, ke arah konsep pembelajaran yang lebih manusiawi.

Prinsip-Prinsip dan Perencanaan Pembelajaran Membaca

A. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Membaca
Langkah awal guna meningkatkan keberhasilan pembelajaran membaca adalah memahami berbagai prinsip-prinsip pembelajaran membaca. Berikut disajikan sejumlah prinsip pengajaran membaca yang dikemukakan oleh para ahli.
            Nuttal (1996) mengemukakan beberapa prinsip umum pembelajaran membaca. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Pembelajaran membaca harus dilakukan dengan tujuan membangun kemampuan membaca anak. Hal ini berarti pembelajaran membaca tidak bisa dilakukan secara sporadic tetapi harus dilakukan secara bertahap. Beberapa tahapan dalam pembelajaran membaca tersebut adalah:
a.       Memberanikan anak membaca
b.      Mendorong anak membaca
c.       Menjajaki kemampuan baca anak agar mengetahui kelemahan anak dalam membaca
d.      Modeling membaca: mendemonstrasikan cara-cara yang dibutuhkan anak dalam membaca
e.       Klarifikasi: memberikan  contoh baca, menjelaskan strategi membaca dan memberikan pelajaran secara eksplisit jika diperlukan
2.      Kemampuan berbicara anak tidak dapat dibentuk secara sekaligus melainkan harus selalu dibentuk secara perlahan.
3.      Pengajaran membaca harus senantiasa dilakukan melalui interaksi antara guru dan kelas.
4.      Pengajaran membaca harus senantiasa ditunjukan guna membangun kemampuan anak berinteraksi dengan teks.
5.      Pembelajaran membaca harus dilakukan dalam atmosfer kelas yang kondusif.
6.      Pembelajaran membaca harus dilakukan dengan asa pelatihan belajar, artinya harus senantiasa  melatihkan siswa berbagai strategi membaca sebelum siswa melakukan kegiatan membaca yang sesungguhnya.
7.      Pembelajaran membaca harus dilakukan dengan berorientasi kedepan, artinya pembelajaran harus diusahakan membekali siswa berbagai strategi membaca yang dapat digunakan dalam menghadapi berbagai jenis bacaan, baik untuk saat ini maupun pada jenjang pendidikan selanjutnya.
8.      Pahamilah bahwa pada dasarnya hanya dua jenis kemampuan membaca yang harus secara mendalam diajarkan yakni kemampuan membaca intensif (kegiatan baca yang memfokuskan pada satu teks tertentu dengan tujuan agar siswa tidak sekedar memahami makna bacaan tetapi mengetahui bagaimana makna dibentuk dari sebuah bacaan) dan kemampuan membaca ekstensif (kegiatan baca yang dilakukan dengan membaca berbagai teks guna mendapat pemahaman yang luas atas suatu isi bacaan).
Dalam kaitannya dengan pembelajaran membaca pemahaman, Brown (2001) mengemukakan bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran membaca pemahaman, perlu diperhatikan beberapa prinsip dasar mendesain pembelajaran membaca pemahaman. Beberapa prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Yakinlah bahwa kita tidak mengabaikan pentingnya merumuskan tujuan pembelajaran membaca secara spesifik.
2.      Gunakan teknik/strategi pembelajaran membaca yang mampu membangun motivasi intrinsic siswa.
3.      Perhatikan keaslian (kesesuaian dengan konteks siswa) dan keterbacaan wacana yang kita pilih.
4.      Terapkan strategi membaca yang paling tepat untuk setiap bahan bacaan.
5.      Terpakan model baca interaktif selama proses pembelajaran membaca.
6.      Laksanakanlah prosedur pembelajaran membaca dengan membaginya kedalam tiga tahapan yakni tahap prabaca, tahap membaca, dan tahap pascabaca.
7.      Gunakan prinsip strategi membaca pemahaman berikut dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
a.       Identifikasi tujuan baca secara jelas dan nyata.
b.      Gunakan teknik membaca dalam hati yang efisien serta gunakan kecepatan membaca yang fleksibel.
c.       Gunakan strategi membaca skiming untuk menemukan ide pokok bacaan.
d.      Gunakan strategi membaca skiming untuk menemukan informasi khusus/penjelas.
e.       Gunakan peta konsep untuk mempermudah pemahaman bacaan.
f.       Gunakan tebakan untuk mendefinisikan kata yang belum diketahui maknanya.
g.      Analisislah lebih lanjut/kosakata yang belum dipahami tersebut.
h.      Bedakan antara makna literal dan makna implikatif.
i.        Tandai penanda wacana yang menandakan keterhubungan antara ide satu dengan ide lainnya.
8.      Kembangkanlah aspek-aspek evaluasi untuk menguji keberdayagunaan teknik/strategi baca yang dipilih.
9.      Lakukan penilaian, baik penilaian proses maupun penilaian kemampuan membaca.
Prinsip-prinsip pengajaran dalam membaca di atas perlu diketahui dan dipahami, karena hal itu perlu untuk mendapatkan hasil membaca yang maksimal. Terutama untuk guru dalam menerapkan pengajaran membaca.

B.    Perencanaan Pembelajaran Membaca
Pembelajaran pada dasarnya dilandasi oleh kemampuan guru dalam membuat keputusan tentang pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Salah satu dimensi penting dalam membuat keputusan tersebut terletak pada keputusan guru dalam menentukan perencanaan pembelajaran. Demikian pula dalam pembelajaran membaca, guru harus mampu membuat keputusan yang tepat dalam menyusun dan mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran membaca.
Berbicara tentang menyusun perencanaan pembelajaran membaca, langkah awal yang harus secara tepat ditentukan guru adalah menentukan tujuan program pembelajaran yang dirancangnya. Dalam hal ini guru harus meyakinkan dirinya bahwa apa pun jenis dan kegiatan pembelajaran membaca yang akan dilaksanakannya harus memiliki tujuan umum untuk membentuk kemungkinan bagi siswa guna mampu menikmati kegiatan membaca, mampu membaca dengan gaya dan kecepatan yang fleksibel, dan mampu memperoleh pemahaman isi bacaan yang memadai Tujuan utama ini sudah selayaknya menjadi jiwa bagi semua pembaelajaran membaca yang akan dilaksanakan. Secara lebih terperinci tujuan program pembelajaran membaca bagi siswa dapat diuraikan sebagai berikut.
1.      Merekognisi arti penting tujuan membaca  bagi kegiatan membaca.
2.      Membaca dengan berbagai gaya dan cara sesuai dengan tujuan baca yang ditetapkannya.
3.      Merespons teks secara penuh dan akurat sesuai dengan kebutuhan tujuan baca.
4.      Merekognisi bahwa pendekatan membaca top-down dan bottom-up sangat berguna dan disesuaikan dengan kebutuhan.
5.      Sadar bahwa dia tidak dapat memahami teks dan mampu menemukan sumber ketidak pahamannya sehingga ia akan mampu pula mencegahnya kemungkinan hal itu terjadi di masa yang akan dating.
6.      Tidak merasa cemas ketika ia tidak memahami setiap kata, kecuali jika dibutuhkan keakuratan makna dari kata-kata tersebut.
7.      Mengunakan tenik membaca cepat untuk meyakinkan bawha ia hanya membaca bagian-bagian terpenting dari suatu wacana guna membantu pemerolehan pemahaman secara berurutan.
8.      Menggunakan informasi nonlinier sebagai tambahan dalam meningkatkan pemahaman.
9.      Mengunakan kemampuan memahami kata, kalimat, paragraph guna membangun pemahan sederhana tentang isi bacaan.
10.  Mengunakan organisasi retoris untuk membantu interpretasi dan rekognisi.
Selanjutnya dari berbagai tujuan di atas harus secara cermat dipertimbangkan prioritas dan kemungkinan ketercapaiannya. Pencapaian tujuan pembelajaran membaca tetap harus pula mempertimbangkan aspek kerealistikannya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kemampuan membaca pemahaman, membaca kritis, membaca responsive tidak dapat dikembangkan secara tergesa-gesa.
Langkah kedua yang harus secara tepat ditentukan dalam menyusun program pembelajaran membaca adalah mempersiapkan berbagai kebutuhan bagi siswa selama proses membaca. Beberapa kebutuhan yang harus dipertimbangkan tersebut antara lain (1) memilih bahan bacaan (pertimbangkan isi dan kergaman materi dan sebaiknya materi berupa materi lintas kurikulum), (2) menetukan panduan membaca yang tepat, dan (3) menentukan strategi baca yang tepat.
Langkah ketiga adalah menentukan kebutuhan agar siswa memiliki kemauan membaca, Dalam tahap ini guru harus benar-benar menyusun strategi agar siswa terdorong untuk memiliki kebiasaan membaca yang baik. Kebiasaan ini diharapkan tidak tumbuh dalam lingkungan sekolah saja, tetapi juga tumbuh dalam kehidupan siswa sehari-hari. Dalam konteks pembelajaran kebiasaan membaca yang baik dapatg diawali dengan menugasbacakan siswa untuk membaca buku. Buku yang ditawarkan hendaknya merupakan buku yang menarik minat siswa sehingga akan timbul perasaan senang pada siswa aketika membaca buku tersebut. Buku yang biasanya mampu memberikan rasa senang pada siswa adalah buku yang memenuhi prinsip SAVE (short ‘pendek’, appealing ‘menarik’, varied ‘bervariasi’, dan easy ‘mudah’). Untuk mempermudah siswa memperoleh buku tersebut sebaiknya kita galakkan “perpustakaan kelas”, yakni kelas yang menyediakan berbagai buku yang layak baca bagi siswa.

Berbagai persiapan pembelajaran membaca diatas tentu saja diakhiri dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Dalam menyusun RPP ini hendaknya diperhatikan bahwa proses pembelajaran membaca senantiasa terdiri atas tiga kegiatan yakni kegiatan prabaca, kegiatan membaca, dan kegiatan pascabaca . Ketiga kegiatan ini akan diuraikan pada subbab berikut.

INOVASI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN PROFESIONAL PENDIDIK (UU GURU dan DOSEN)

A.  Pengertian Profesional Guru
Mengambil rujukan dari makna profesional dari UU No 14/2005 tentang guru dan dosen, yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi. Ini berarti bahwa guru yang baik adalah guru yang memiliki ciri dan prinsip profesionalitas, di antaranya harus ada keahlian khusus, dalam hal ini kemampuan khusus ini bukan saja pada bidang studi yang guru ajarkan namun ditekankan juga memiliki kemampuan atau keahlian-keahlian lain yang mampu menunjang proses pengajaran atau profesinya sebagai seorang guru, baik kemampuan mempengaruhi emosional positif siswa, kemampuan kepemimpinan yang nantinya bisa mengarahkan pada peningkatan etika atau moral anak didiknya.
Dalam bahasa inggris kata profesional memiliki arti ahli, pakar, dan mereka itu mumpuni dalam bidang yang digelutinya.Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya.Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya.Namun realitas yang terjadi tentu orang yang ahli belum tentu meniliki jaminan sebagai orang yang berkualitas dikarenakan orang yang berkualitas bukan hanya persoalan keahlian.
Dalam hal ini seorang guru dituntut menjadi profesional karena tanpa profesionalitas akan sulit bisa menghasilkan pendidikan yang baik dan produktif serta bermanfaat bagi bangsa ini, dan bila dilihat profesional ini bukan hanya dibidang pendidikan namun disegala aspek kehidupan manusia yang menyangkut profesi atau pekerjaan.
Beberapa ciri guru profesional yang tepat untuk bisa menjadi guru harapan bangsa (Maukuf Al-Masyukuri.2011: 84-85), yaitu:
1.       Memiliki keahlian dalam mendidik. Seperti;
a.       Memiliki kemampuan intelektual yang memadai;
b.      Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan;
c.       Keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran;


d.      Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan;
e.       Kemampuan mengorganisir dan problem solving;
f.       Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik;
g.      Kemampuan menguasai bahan yang akan diajarkan;
h.      Kemampuan pengelolaan kelas;
i.        Kemampuan monitoring dan evaluasi secara objektif.
2.       Memiliki Semangat dan Motivasi untuk mengajar;
3.      Memiliki visi misi yang jelas atau target dan tujuan yang jelas dalam mengajar;
4.      Memiliki pengetahuan manajemen dan mampu mengaplikasikan dalam kelas dengan efektif dan optimal;
5.      Memiliki kemampuan komunikasi dengan siswa dan orang tua siswa dengan baik;
6.      Memiliki semangat yang tinggi dan yakin akan perubahan untuk lebih baik;
7.      Memiliki pengetahuan tentang perkembangan dan kebutuhan pendidikan secara nasional;
8.      Mengetahui tentang kurikulum pendidikan;
9.      Memiliki keinginan yang besar dan usaha besar untuk memberikan yang terbaik dan menjadikan siswanya menjadi yang terbaik dalam pendidikan yang dilakukan;
10.   Memiliki hubungan yang baik dengan siswa dan orangtua siswa;
11.  Memiliki kerjasama yang baik dan efektif dengan mitra kerja sesama guru;
12.  Memiliki komitmen yang tinggi untuk memajukan sekolah dan loualitas tinggi terhadap sekolah.
Selain itu, guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus.Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan.Dalam bersikap guru harus selalu mangadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan).Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan. Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian. 
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.Dengan demikian, bahwa untuk menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan ketiga kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan yang kuat dalam diri setiap guru atau calon guru untuk mewujudkannya.
Pengembangan Profesionalisme Guru merupakan suatu keharusan, sehingga dengan berlakunya UU No 14 tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya untuk lebih meningkatkan profesionalisme pendidik serta memposisikan profesi pendidik/guru dalam status terhormat dan setara dengan profesi lainnya. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional, melalui peningkatan kapasits guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. 
      
B.       Tantangan dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru
     Ada beberapa faktor yang berkenaan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibawaannya di mata masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dedi Supriadi (1999: 104-106), sebagai berikut.
1.    Berkenaan dengan Definisi Profesi Keguruan
      Masih ada kekurangjelasan tentang definisi profesi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat keahlian yang dituntut dari pemegang profesi ini.
2.    Desakkan Kebutuhan Masyarakat dan Sekolah akan Guru
     Kenyataan yang Terjadi Sepanjang Sejarah Profesi Keguruan menunjukkan bahwa desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka profesi ini tidak cukup terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar. Di masa lalu bahkan hingga dewasa ini ada kesan bahwa siapa pun boleh berdiri di muka kelas untuk mengajar tanpa mempedulikan latar belakang dan tingkat pendidikannya.
3.     Sulitnya Mengendalikan dan Menjaga Standar Mutu Guru
     Penambahan jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga.Dalam hal ini, keprofesionalan guru pun dipertanyakan.
4.    Organisasi PGRI Belum Banyak Aktif Melakukan Kegiatan-Kegiatan yang Secara Sistematis dan Langsung Berkaitan dengan Peningkatan Profesionalisme Guru.
     PGRI sendiri cenderung bergerak di pertengahan antara pemerintah dan guru-guru.PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru.

     Secara lebih rinci, Akadum (1999) mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:
1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total.
Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada.
2. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
3. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan pendidikan. Dan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
4. Masih belum smootnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru.
5. Masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
     Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

C.      Peningkatan Kemapuan Profesionalisme Guru
1.      Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar
Pentingnya peningkatan kemampuan professional guru sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang.Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah dasar, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi.Dalam rangka itu, peningkatan kemampuan professional guru sekolah dasar perlu dilakukan secara berkelanjutan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.
Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja.Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional guru merupakan hak setiap guru. Artinya, setiap pegawai berhak mendapat pembinaan secara berkelanjutan, apakah dalam bentuk supervise, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Demikian pula, guru sekolah dasar berhak mendapatkan pembinaan. Guru sekolah dasar swasta berhak mendapatkan pembinaan professional dari yayasan, sedangkan guru sekolah dasar negeri berhak mendapat pembinaan professional dari departemen atau dinas yang berwenang. Oleh karena pembinaan itu merupakan hak setiap pegawai di sekolah dasar, maka peningkatan kemampuan profesional guru dapat juga dianggai sebagai pemenuhan hak.Pemenuhan hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-baiknya merupakan satu upaya pembinaan kepuasan dan moral kerja.Oleh karena itu, bilamana pembinaan professional dirancang dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, guru sekolah dasar tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi dan disiplin.
Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja.Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru, mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khusunya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidka dirancang dan dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkina akan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringa listrik, dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai keelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secaa berkelanjutan.Disinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.
Keempat, peningkatan kemampuan professional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Sebagaimana ditegaskan di muka bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dasar adalah kemandirian dari seluruh stakeholder  sekolah dasar, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan professional kepada dirinya.

2.      Pengertian Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana peningkatan kemampuan professional guru dapat diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola diri sendiri, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi.
Kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan ciri-ciriprofesionalisme.Oleh karena itu, peningkatan kemampuan professional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional.

3.      Prinsip-Prinsip Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Konsisten dengan penjelasan di atas, ada dua prinsip mendasar berkenaan dengan aktivitas peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar.
a.    Peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional. Jadi, peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan bantuan professional. Di satu sisi, bantuan professional berarti sekadar bantuan, sehingga seharusnya lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan adalah guru itu sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang harus meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Demikian pula dalam hal bantuan yang diperlukan tergantung pada permintaan pegawai itu sendiri. Walaupun sekadar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara professional. Itulah yang disebut dengan bantuan professional. Tujuan akhirnya adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai.
b.    Peningkatan professional guru tidak benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan akhirnya ialah pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai. Menurut Glickman (1981), guru yang professional memiliki 2 ciri yaitu tingkat abstraksi (kemampuan) yang tinggi dan komitmen yang tinggi. Oleh karena itu, pembinaan pegawai di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya.

4.      Proses Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Sepintas sebenarnya dapat ditetapkan bahwa peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan.Pertama, pembinaan kemampuan pegawai sekolah dasar melalui supervise pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar. Kedua, pebinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya.Peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar sebaiknya melalui langkah-langkah yang sitematis yaiu sebagai berikut.
a.    Mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas, dan guru mata pelajaran.
b.    Menetapkan program peningkatan kemampuan professional guru yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas, dan guru mata pelajaran.
c.    Merumuskan tujuan program peningkatan kemampuan professional guru yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan. Rumusan yang harus operasional sehingga pencapaiannya dapat denganmudah diukur pada akhir pelaksanaam program.
d.   Menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan professional guru kelas dan mata pelajaran.
e.    Menetapkan serta merancang metode dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
f.     Menetapkan bentuk dan mengembangkan instrumen penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
g.    Menyusun dan mengalokasikan anggaran peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
h.    Melaksanakan program peningkatan kemampuan professional guru dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang.
i.      Mengukur keberhasilan program peningkatan dan kemampuan professional guru.
j.      Menetapkan program tindak lanjut peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
Sementara ini, sering kali pembinaan pegawai sekolah dasar khususnya kepala dan guru sekolah dasar dilakukan melalui penataran.Mereka sering terpaksa harus meninggalkan sekolah untuk mengikuti penataran yang diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya/Kabupaten.Padahal sebenarnya banyak sekali teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Beberapa teknik yang dimaksud diantaranya berupa bimbingan, latihan, kursus, pendidikan formal, promosi, rotasi jabatan, konferensi, rapat kerja, penataran, lokakarya, seminar, diskusi, dan studi kasus. Namun walaupun banyak sekali teknik yang dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan pegawai sekolah dasar, penggunaanya harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknik pengembangan peningkatan kemampuan professional guru sekolah dasar yaitu.
a.    Guru yang dikembangkan,
b.    Kemampuan guru yang akan dikembangkan,
c.    Kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas dan orang-orang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.

5.      Strategi Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karenaguru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya.Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.Tugas mulia tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah.Hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.Oleh karena itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi upaya pengembangan profesi guru.Dalam hubungan ini, faktor birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi guru. Sebenarnya, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan profesi guru. Namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta dilayani telah cukup berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh peraturan perundang-undangan masih jauh dari terwujud.
Dengan mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi guru.Situasi kondusif ini jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan profesi guru, yaitu :
a. Strategi perubahan paradigma
Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
b. Strategi debirokratisasi
Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat menghambat pada pengembangan diri guru.
Strategi tersebut di atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat. Sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan diri guru serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat. Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekruitmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon guru; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep link and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.

D.    Upaya Pemerintah Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru.Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.Program penyetaraan Strata I bagi guru-guru SD, SLTP dan SLTA.Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2005 pasal 42. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya dengan mengaktifkan PKG (Pusat Kegiatan Guru, MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru dan kesejahteraan secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasanswasta), PGRI dan masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji gurudiseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga.Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda.Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter dan jaksa.

E.       Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Melalui Program Sertifikasi
1.    Tujuan dan target akhir program sertifikasi
Program sertifikasi ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga guru sekolah dasar dan MI yang berkualitas.Melalui program sertifikasi, kemampuan guru sekolah dasar dan MI meningkat dan memiliki kualifikasi sebagai guru sekolah dasar dan MI. Hasil yang diharapkan melalui program sertifikasi tersebut adalah sebagai berikut.
a.         Tersedianya tenaga guru terdidik/terlatih pada sekolah dasar dan MI yang memiliki kualifikasi guru kelas dan guru bidang studi.
b.         Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan tenaga guru pada sekolah dasar dan MI.
2.    Kurikulum sertifikasi
Kurikulum dan pedoman belajar mengajar yang digunakan dala program sertifikasi ini sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang berlaku pada Program Diploma II PGSD di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk.Namun, tidak semua mata kuliah pada rogram tersebut harus diikuti, sebab peserta sertifikasi ini adalah guru sekolah dasar dan MI yang sudah sarjana pendidikan atau telah lulus Program Diploma II PGSD.Oleh karena itu kurikulum sertifikasi ini harus disepakati bersama antara sekolah yang mengirimkan guru-gurunya dengan penyelenggara sertifikasi.
3.        Penyelenggara sertifikasi
Penyelenggara pendidikan sebaiknya dilakukan oleh lembaga yang bersangkutan. Oleh karena guru yang mengikuti program yang akan dilakukan antara sekolah dasar dan MI sebagai pemberi kerja dengan lembaga yang bersangkutan sebagai pelaksana kerja. Bisa jadi lembaga tidak beredia mengembangkan program sertifikasi tersebut bilamana jumlah guru sebagai pesertanya sedikit.Untuk mengatasi hal tersebut program sertifikasi ini diperuntukan bagi sekolah dasar atau MI sekecamatan atau sekabupaten/kota, sehingga kontrak kerjanya bukan antara sekolah dasar dengan lembaga melainkan dengan lembaga penyelenggara.Kontrak kerjasama tersebut akan meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.         Jumlah peserta.
b.         Jumlah biaya yang diperlukan.
c.         Jenis-jenis materi pendidikan yang diberikan, selain mata pelajaran yang diujiankan sekolah dasar atau MI diberikan juga materi pengelolaan kelas, psikologi perkembangan anak, perencanaan pembelajaran dan materi lain di lembaga.
d.        Fasilitas-fasilitas penunjang yang akan disediakan.

4.        Guru program sertifikasi
Program sertifikasi diperuntukan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran sekolah dasar dan MI yang telah menempuh pendidikan sarjana.Guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi ini yaitu.
a.       Berusia tidak lebih dari 45 tahun
b.      Telah mempunyai pengalaman mengajar setidaknya 5 tahun.
c.       Bersedia mengikuti peraturan dan kebijakan yang telah ditentukan.
5.        Pelaksanaan program sertifikasi
Pelaksanaan program sertifikasi merupakan salah satu bentuk pembinaan profesionalisme guru yang melibatkan banyak pihak, oleh karena itu program tersebut dilaksanakan secara sistematis.Berikut adalah langkah-langkah dari pelaksanaan sertifikasi, yaitu.
a.         Mendaftarkan guru-guru yang diprogramkan untuk mengikuti program sertifikasi sesuai dengan usulah dari sekolah terkait.
b.         Kepala Kantor Dinas Pendidikan mengirimkan guru yang diikutkan dalam program sertifikasi ke LPTK tertentu yang ditunjuk.
c.         LPTK melakukan seleksi penerimaan atau prosedur administratif dan memberikan hasilnya kepada Kepala Dinas Pendidikan.
d.        Peserta yang telah dinyatakan diterima harus menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program sertifikasi tersebut.
e.         Kepala Kantor Dinas Pendidikan melakukan negosiasi dengan LPTK tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan bersama.
f.          Penandatangan kontrak yang telah disepakati dilakukan oleh Kantor Kepala Dinas Pendidikan dengan LPTK.
g.         Pelaksanaan program sertifikasi oleh LPTK.
h.         Kantor Kepala Dinas Pendidikan melakukan supervise secara rutin terhadap penyelenggara sertifikasi tersebut.
i.           Pada akhir pelaksanaan LPTK penyelenggara sertifikasi berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya secara tertulis kepada Kantor Kepala Dinas Pendidikan.
6.        Surat tanda tamat pendidikan
Pada akhir pelaksanaan program sertifikasi LPTK penyelenggara mengeluarkan ijazah.Ijazah sebagai alat bukti yang sah bahwa yang bersangkutan telah mengikuti program sertifikasi yang diselenggarakan oleh LPTK.

F.       Undang-Undang Guru dan Dosen
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14 tahun 2005 ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
1.      Isi Undang-Undang Guru dan Dosen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a.     Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.  Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
c.  Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

Mengingat : 1.     Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.      Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.      Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.      Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.      Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.      Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.      Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.      Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.      Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.    Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11.    Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12.    Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13.    Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15.    Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
16.    Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18.    Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19.    Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20.    Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.    Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)   Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)   Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)   Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)   Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
                                                                            


Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.  memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.  memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.  memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.  memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.  memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.  memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.   memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)     Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)     Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)     Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)     Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)     Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)     Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.   Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.   Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.   Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.   Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.    Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.    Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.   Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)     Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)     Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1)     Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)     Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)     Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)     Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1)     Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2)     Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)     Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.     merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.     meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.     bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.    menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.     memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)     Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2)     Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1)     Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)     Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3)     Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4)     Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1)     Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)     Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)     Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)     Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4)     Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)     Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)     Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)     Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.  berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2)     Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)     Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)     Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)     Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1)     Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)     Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1)     Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)     Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)     Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)     Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)     Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)     Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)     Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)     Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2)     Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1)     Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)     Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)     Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2)     Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)     Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)     Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1)          Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi, profesi dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas
(2)          Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
(3)          Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil daripihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain
(4)          Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemusatan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pemantasan/pelanggaran lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas
(5)          Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan atau resiko lain.

Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1)          Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(2)          Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah

Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)          Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen
(2)          Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karir, wawasan, pendidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat
(3)          Guru wajib menjadi anggota profesi
(4)          Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(5)          Pemerintah dan atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan :
a.       Menetapkan dan menegakkan kode etik guru
b.      Memberikan bantuan hukum kepada guru
c.       Memberikan perlindungan profesi guru
d.      Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru dan
e.       Memajukan pendidikan nasional
Pasal 43
(1)          Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik
(2)          Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi normadan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan
Pasal 44
(1)          Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru
(2)          Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam anggaran dasar organisasi profesi guru
(3)          Dewan kehormatan guru sebagaimana dirnaksud pada ayat (1). dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)          Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, clan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi,
 dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)          Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)          Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.       Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.       Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3)          Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4)          Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan petididikan tinggi.
Pasal 47
(1)          Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.      Memiliki jabatan akademik sekurang-k-urangnya asisten ahli; dan
c.       Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)          Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)          Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)          Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, Iektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)          Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4)          Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1)          Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2)          Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3)          Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4)          Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang--undangan.
Pasal 50
(1)          Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2)          Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3)          Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, clan pengalaman yang dimiliki.
(4)          Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1)          Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a.    memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.    mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.    memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.   memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada. masyarakat;
e.    memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f.     memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g.    memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 52
(1)          Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)          Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)          Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian. kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1)          Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)          Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)          Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4)          Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1)          Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2)          Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)          Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1)          Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2)          Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)          Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belarija negara.
(4)          Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)          Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)          Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)          Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59
(1)          Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)          Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.       Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.      Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.       Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.      Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e.       Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f.       Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1)          Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1)          Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pengangkafian, Penempatan, Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 63
(1)          Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan, tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)          Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang tiersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatari kerja bersama.
(4)          Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1)          Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan, struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)          Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.    Meninggal dunia;
b.    Mencapai batas usia pensiun;
c.    Atas permintaan sendiri;
d.   Tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e.    Berakhirnya perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2)          Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.    Melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.    Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.    Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)          Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)          Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5)          Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6)          Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.


Pasal 68
(1)          Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)          Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1)          Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir.
(2)          Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)          Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)          Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)          Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)          Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)          Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningka.tkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau masyarakat.
Pasal 72
(1)          Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2)          Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1)          Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)          Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)          Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keiam.uan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)          Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)          Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)          Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)          Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1)          Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2)          Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan clan kesehatan kerja
(3)          Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4)          Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5)          Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6)          Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundangundangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1)          Dosen rnemperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)          Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1)          Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan tertulis;
c. Penundaan pemberian hak guru;
d. Penurunan pangkat;
e. Pemberhentian dengan hormat; atau
f. Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)          Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)          (4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)          (5) Guru yang melakukan pelanggaran kode elik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6)          (6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1)          Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Sanksi sebagaimana d maksud. pada ayat (1) berupa:
a.       Teguran;
b.      Peringatan tertulis;
c.       Penundaan pemberian hak dosen;
d.      Penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e.       Pemberhentian dengan hormat; atau
f.       Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)          Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)          Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan pcrjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5)          Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1)          Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71 dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)          Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.       Teguran;
b.      Peringatan tertulis;
c.       Pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.      pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1)          Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini :
a.    Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki -sertifikat pendidik.
b.    Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2)      Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.





BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1)     Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)     Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat, pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember ;2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
Ttd
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBAGA NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157


2.      Kelebihan Dan Kekurangan
a.       Kelebihan UUGD
1)   Kesejahteraan guru dan dosen terjamin.
2)   Guru dan dosen mendapatkan penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
3)   Meningkatnya kualitas tenaga pendidik guru dan dosen karena harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
4)   Guru dan dosen bisa lebih professional dengan tanggung jawab yang besar.

b.      Kelemahan UUGD
1)        Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru dan Dosen belum merata, khususnya bagi Guru yang hampir memasuki usia pensiun. Mereka belum mengerti benar akan sistematika program sertifikasi dari pemerintah ini. Serta Guru tersebut harus mengikuti ujian-ujian yang dirasa sulit untuk usia tersebut dan ujian itu menggunakan alat-alat IT seperti komputer dan Internet yang belum tentu mereka kuasai.
2)        UUGD cenderung menguntungkan guru dan dosen PNS, sementara itu di Indonesia guru dan dosen non PNS jumlahnya sangat banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru dan dosen PNS.
3)        Jumlah peminat profesi guru dan dosen meningkat demi mengejar status sertifikasi.

4)        Sebagian guru dan dosen yang telah diberikan amanat penting oleh pemerintah justrumenyepelakan. Contohnya, ketika diadakan sidak banyak guru dan dosen yang tidak tertib, pada jam kerja banyak pula PNS khususnya guru dan dosen yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan atau tempat rekreasi lainnya.