A. Pengertian
Profesional Guru
Mengambil rujukan dari makna
profesional dari UU No 14/2005 tentang guru dan dosen, yaitu pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan
norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi. Ini berarti bahwa guru
yang baik adalah guru yang memiliki ciri dan prinsip profesionalitas, di
antaranya harus ada keahlian khusus, dalam hal ini kemampuan khusus ini bukan
saja pada bidang studi yang guru ajarkan namun ditekankan juga memiliki
kemampuan atau keahlian-keahlian lain yang mampu menunjang
proses pengajaran atau profesinya sebagai seorang guru, baik kemampuan
mempengaruhi emosional positif siswa, kemampuan kepemimpinan yang nantinya bisa
mengarahkan pada peningkatan etika atau moral anak didiknya.
Dalam bahasa inggris kata
profesional memiliki arti ahli, pakar, dan mereka itu mumpuni dalam bidang yang
digelutinya.Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya.Dan
seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya.Namun
realitas yang terjadi tentu orang yang ahli belum tentu meniliki jaminan
sebagai orang yang berkualitas dikarenakan orang yang berkualitas bukan hanya
persoalan keahlian.
Dalam hal ini seorang guru dituntut
menjadi profesional karena tanpa profesionalitas akan sulit bisa menghasilkan
pendidikan yang baik dan produktif serta bermanfaat bagi bangsa ini, dan bila
dilihat profesional ini bukan hanya dibidang pendidikan namun disegala aspek
kehidupan manusia yang menyangkut profesi atau pekerjaan.
Beberapa ciri guru profesional yang
tepat untuk bisa menjadi guru harapan bangsa (Maukuf Al-Masyukuri.2011: 84-85),
yaitu:
1.
Memiliki
keahlian dalam mendidik. Seperti;
a.
Memiliki kemampuan intelektual yang memadai;
b.
Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan;
c.
Keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi
pembelajaran;
d.
Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan;
e.
Kemampuan mengorganisir dan problem solving;
f.
Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik;
g.
Kemampuan menguasai bahan yang akan diajarkan;
h.
Kemampuan pengelolaan kelas;
i.
Kemampuan monitoring dan evaluasi secara objektif.
2.
Memiliki
Semangat dan Motivasi untuk mengajar;
3.
Memiliki visi misi yang jelas atau target dan tujuan
yang jelas dalam mengajar;
4.
Memiliki pengetahuan manajemen dan mampu
mengaplikasikan dalam kelas dengan efektif dan optimal;
5.
Memiliki kemampuan komunikasi dengan siswa dan orang
tua siswa dengan baik;
6.
Memiliki semangat yang tinggi dan yakin akan perubahan
untuk lebih baik;
7.
Memiliki pengetahuan tentang perkembangan dan
kebutuhan pendidikan secara nasional;
8.
Mengetahui tentang kurikulum pendidikan;
9.
Memiliki keinginan yang besar dan usaha besar untuk
memberikan yang terbaik dan menjadikan siswanya menjadi yang terbaik dalam
pendidikan yang dilakukan;
10. Memiliki hubungan yang baik dengan siswa dan
orangtua siswa;
11. Memiliki
kerjasama yang baik dan efektif dengan mitra kerja sesama guru;
12. Memiliki
komitmen yang tinggi untuk memajukan sekolah dan loualitas tinggi terhadap
sekolah.
Selain itu, guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi
panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Sebagai profesional, guru harus
selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus
menerus.Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan terhadap perundang-undangan,
organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan
pekerjaan.Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan
masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan.Dalam
bersikap guru harus selalu mangadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan
tugasnya.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang
profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan).Karena itu, kompetensi
profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru
dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Profesionalisme
seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis
pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan
manusia termasuk gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki
guru dengan kompetensi profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan
melakukan” untuk menggantikan cara mengajar dimana guru hanya berbicara dan
peserta didik hanya mendengarkan. Dalam suasana seperti itu, peserta didik secara
aktif dilibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi, data
evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja mereka
kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja secara
intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik individual
maupun tim, membuat keputusan tentang desain sekolah, kolaborasi tentang
pengembangan kurikulum, dan partisipasi dalam proses penilaian.
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus
dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan
berhasil. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari
3 (tiga) yaitu ; kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional mengajar. Keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat
ditentukan oleh ketiganya dengan penekanan pada kemampuan mengajar.Dengan
demikian, bahwa untuk menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas
dalam melaksanakan ketiga kompetensi tersebut, dibutuhkan tekad dan keinginan
yang kuat dalam diri setiap guru atau calon guru untuk mewujudkannya.
Pengembangan Profesionalisme Guru merupakan suatu keharusan, sehingga
dengan berlakunya UU No 14 tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya untuk lebih
meningkatkan profesionalisme pendidik serta memposisikan profesi pendidik/guru
dalam status terhormat dan setara dengan profesi lainnya. Menurut para ahli,
profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya.Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus
mengembangkan sikap profesional, melalui peningkatan kapasits guru agar makin
mampu mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah.
B. Tantangan
dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru
Ada beberapa faktor yang berkenaan
dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk
meningkatkan kewibawaannya di mata masyarakat seperti yang dikemukakan oleh
Dedi Supriadi (1999: 104-106), sebagai berikut.
1.
Berkenaan dengan Definisi Profesi Keguruan
Masih ada kekurangjelasan tentang
definisi profesi keguruan, bidang garapannya yang khas, dan tingkat keahlian
yang dituntut dari pemegang profesi ini.
2.
Desakkan Kebutuhan Masyarakat dan Sekolah akan Guru
Kenyataan
yang Terjadi Sepanjang Sejarah Profesi Keguruan menunjukkan bahwa desakan
kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru, maka profesi ini tidak cukup
terlindungi dari terjadinya “gangguan” dari luar. Di masa lalu bahkan hingga
dewasa ini ada kesan bahwa siapa pun boleh berdiri di muka kelas untuk mengajar
tanpa mempedulikan latar belakang dan tingkat pendidikannya.
3.
Sulitnya
Mengendalikan dan Menjaga Standar Mutu Guru
Penambahan
jumlah guru secara besar-besaran membuat sulitnya standar mutu guru
dikendalikan dan dijaga.Dalam hal ini, keprofesionalan guru pun dipertanyakan.
4.
Organisasi PGRI Belum Banyak Aktif Melakukan
Kegiatan-Kegiatan yang Secara Sistematis dan Langsung Berkaitan dengan
Peningkatan Profesionalisme Guru.
PGRI sendiri cenderung bergerak di
pertengahan antara pemerintah dan guru-guru.PGRI belum banyak aktif melakukan
kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan
peningkatan profesionalisme guru.
Secara lebih rinci, Akadum (1999)
mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru:
1.
Masih banyak
guru yang tidak menekuni profesinya secara total.
Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis
untuk meningkatkan diri tidak ada.
2.
Rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
3.
Pengakuan
terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan
kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya
kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan pendidikan. Dan disebabkan oleh adanya
perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa
memperhitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru
yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan. Kurangnya motivasi guru dalam
meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
4.
Masih belum
smootnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada
calon guru.
5.
Masih belum
berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal
meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis
memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya
mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari
alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
C. Peningkatan
Kemapuan Profesionalisme Guru
1. Pentingnya
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar
Pentingnya
peningkatan kemampuan professional guru sekolah dasar dapat ditinjau dari
beberapa sudut pandang.Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pendidikan.Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru
pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Semua itu harus dikuasai
oleh guru dan kepala sekolah dasar, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran
yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi.Dalam
rangka itu, peningkatan kemampuan professional guru sekolah dasar perlu
dilakukan secara berkelanjutan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pendidikan.
Kedua,
ditinjau
dari kepuasan dan moral kerja.Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional guru
merupakan hak setiap guru. Artinya, setiap pegawai berhak mendapat pembinaan
secara berkelanjutan, apakah dalam bentuk supervise, studi banding, tugas
belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Demikian pula, guru sekolah dasar berhak
mendapatkan pembinaan. Guru sekolah dasar swasta berhak mendapatkan pembinaan
professional dari yayasan, sedangkan guru sekolah dasar negeri berhak mendapat
pembinaan professional dari departemen atau dinas yang berwenang. Oleh karena
pembinaan itu merupakan hak setiap pegawai di sekolah dasar, maka peningkatan
kemampuan profesional guru dapat juga dianggai sebagai pemenuhan hak.Pemenuhan
hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-baiknya merupakan satu upaya
pembinaan kepuasan dan moral kerja.Oleh karena itu, bilamana pembinaan
professional dirancang dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, guru sekolah
dasar tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas
profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja
yang tinggi dan disiplin.
Ketiga,
ditinjau
dari keselamatan kerja.Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang
bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru, mengandung
resiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko tersebut
banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khusunya pada
pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa
dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidka
dirancang dan dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkina akan
terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan
tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringa listrik, dan
sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai keelakaan atau menjamin
keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secaa
berkelanjutan.Disinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di
sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.
Keempat,
peningkatan
kemampuan professional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Sebagaimana ditegaskan di
muka bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah dasar adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah dasar, salah satunya dari guru.
Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan professional
kepada dirinya.
2. Pengertian
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Secara sederhana
peningkatan kemampuan professional guru dapat diartikan sebagai upaya membantu
guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri
menjadi mampu mengelola diri sendiri, yang belum terakreditasi menjadi
terakreditasi.
Kematangan,
kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan
ciri-ciriprofesionalisme.Oleh karena itu, peningkatan kemampuan professional
guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum professional
menjadi professional.
3. Prinsip-Prinsip
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Konsisten dengan
penjelasan di atas, ada dua prinsip mendasar berkenaan dengan aktivitas
peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar.
a.
Peningkatan kemampuan professional guru
itu merupakan upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional.
Jadi, peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan bantuan
professional. Di satu sisi, bantuan professional berarti sekadar bantuan,
sehingga seharusnya lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan adalah guru itu
sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang harus meminta bantuan kepada yang
berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Demikian pula dalam hal bantuan yang
diperlukan tergantung pada permintaan pegawai itu sendiri. Walaupun sekadar
bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut
secara professional. Itulah yang disebut dengan bantuan professional. Tujuan
akhirnya adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai.
b.
Peningkatan professional guru tidak
benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip
dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan
akhirnya ialah pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme
pegawai. Menurut Glickman (1981), guru yang professional memiliki 2 ciri yaitu
tingkat abstraksi (kemampuan) yang tinggi dan komitmen yang tinggi. Oleh karena
itu, pembinaan pegawai di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan
kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya.
4. Proses
Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Sepintas sebenarnya dapat ditetapkan bahwa
peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar dapat dikelompokan
menjadi dua macam pembinaan.Pertama, pembinaan kemampuan pegawai sekolah
dasar melalui supervise pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar. Kedua,
pebinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan
kesejahteraannya.Peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar
sebaiknya melalui langkah-langkah yang sitematis yaiu sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasi kekurangan, kelemahan,
kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru
kelas, dan guru mata pelajaran.
b.
Menetapkan program peningkatan kemampuan
professional guru yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan,
kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru
kelas, dan guru mata pelajaran.
c.
Merumuskan tujuan program peningkatan
kemampuan professional guru yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program
pengembangan. Rumusan yang harus operasional sehingga pencapaiannya dapat
denganmudah diukur pada akhir pelaksanaam program.
d.
Menetapkan serta merancang materi dan
media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan professional guru kelas
dan mata pelajaran.
e.
Menetapkan serta merancang metode dan
media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan professional guru kelas
dan guru mata pelajaran.
f.
Menetapkan bentuk dan mengembangkan
instrumen penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program
peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
g.
Menyusun dan mengalokasikan anggaran
peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
h.
Melaksanakan program peningkatan
kemampuan professional guru dengan materi, metode, dan media yang telah
ditetapkan dan dirancang.
i.
Mengukur keberhasilan program
peningkatan dan kemampuan professional guru.
j.
Menetapkan program tindak lanjut
peningkatan kemampuan professional guru kelas dan guru mata pelajaran.
Sementara ini, sering
kali pembinaan pegawai sekolah dasar khususnya kepala dan guru sekolah dasar
dilakukan melalui penataran.Mereka sering terpaksa harus meninggalkan sekolah
untuk mengikuti penataran yang diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kotamadya/Kabupaten.Padahal sebenarnya banyak sekali teknik yang dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Beberapa teknik yang dimaksud
diantaranya berupa bimbingan, latihan, kursus, pendidikan formal, promosi,
rotasi jabatan, konferensi, rapat kerja, penataran, lokakarya, seminar,
diskusi, dan studi kasus. Namun walaupun banyak sekali teknik yang dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan pegawai sekolah dasar, penggunaanya
harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih teknik pengembangan peningkatan kemampuan professional guru
sekolah dasar yaitu.
a.
Guru yang dikembangkan,
b.
Kemampuan guru yang akan dikembangkan,
c.
Kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas
dan orang-orang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.
5.
Strategi
Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karenaguru memiliki tugas
dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi.Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang
berkembang dalam dirinya.Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek
kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan
keterampilan.Tugas mulia tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus
mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai
profesional.
Mengembangkan
profesi guru bukan sesuatu yang mudah.Hal ini disebabkan banyak faktor yang
dapat mempengaruhinya.Oleh karena itu pencermatan lingkungan dimana
pengembangan itu dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat
menghalangi upaya pengembangan profesi guru.Dalam hubungan ini, faktor
birokrasi, khususnya birokrasi pendidikan sering kurang/tidak mendukung bagi
terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan profesi guru. Sebenarnya, jika
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan,
birokrasi harus memberikan ruang dan mendukung proses pengembangan profesi
guru. Namun sistem birokrasi kita yang cenderung minta dilayani telah cukup
berakar, sehingga peran ideal sebagaimana dituntun oleh peraturan
perundang-undangan masih jauh dari terwujud.
Dengan
mengingat hal tersebut, maka diperlukan strategi yang tepat dalam upaya
menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan profesi guru.Situasi kondusif ini
jelas amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan diri
sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam hal ini, terdapat beberapa strategi
yang bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi pengembangan
profesi guru, yaitu :
a.
Strategi perubahan paradigma
Strategi
ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar menjadi mampu mengembangkan
diri sendiri sebagai institusi yang berorientasi pelayanan, bukan dilayani.
b.
Strategi debirokratisasi
Strategi
ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi yang dapat menghambat pada
pengembangan diri guru.
Strategi tersebut di
atas memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan, strategi perubahan
paradigma dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran akan
peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat. Sementara
strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan
menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat menjadi hambatan bagi pengembangan
diri guru serta menyulitkan pelayanan bagi masyarakat. Dimensi lain dari pola
pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan
pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekruitmen calon guru; (3) program
penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan
calon guru; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen
pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran
serta masyarakat berdasarkan konsep link and match; (8) pemberdayaan buku teks
dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi
guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan
perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian
kesejahteraan yang layak.
D. Upaya
Pemerintah Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah
telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru.Upaya tersebut dilakukan
dengan meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan
tinggi.Program penyetaraan Strata I bagi guru-guru SD, SLTP dan SLTA.Meskipun
demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut kurang
memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain
diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah
program sertifikasi sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2005 pasal 42. Selain
sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya dengan mengaktifkan PKG (Pusat Kegiatan Guru,
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja Guru) yang
memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Profesionalisasi
harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan
prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi
keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon
guru dan kesejahteraan secara bersama-sama menentukan pengembangan
profesionalisme. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru
merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi
yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasanswasta), PGRI dan
masyarakat.
Dari
beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling
penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi
atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat
tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk
meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran
gaji gurudiseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah
lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi
pola anutan negara-negara ketiga.Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi
ketika jaman kolonial Belanda.Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah
sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari
urutan profesi lainnya seperti dokter dan jaksa.
E.
Peningkatan
Kemampuan Profesional Guru Melalui Program Sertifikasi
1. Tujuan
dan target akhir program sertifikasi
Program sertifikasi ini bertujuan untuk menyiapkan
tenaga guru sekolah dasar dan MI yang berkualitas.Melalui program sertifikasi,
kemampuan guru sekolah dasar dan MI meningkat dan memiliki kualifikasi sebagai
guru sekolah dasar dan MI. Hasil yang diharapkan melalui program sertifikasi
tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Tersedianya tenaga guru
terdidik/terlatih pada sekolah dasar dan MI yang memiliki kualifikasi guru
kelas dan guru bidang studi.
b.
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
tenaga guru pada sekolah dasar dan MI.
2. Kurikulum
sertifikasi
Kurikulum dan pedoman belajar mengajar yang
digunakan dala program sertifikasi ini sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang
berlaku pada Program Diploma II PGSD di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang ditunjuk.Namun, tidak semua mata kuliah pada rogram tersebut harus
diikuti, sebab peserta sertifikasi ini adalah guru sekolah dasar dan MI yang
sudah sarjana pendidikan atau telah lulus Program Diploma II PGSD.Oleh karena
itu kurikulum sertifikasi ini harus disepakati bersama antara sekolah yang
mengirimkan guru-gurunya dengan penyelenggara sertifikasi.
3.
Penyelenggara sertifikasi
Penyelenggara pendidikan sebaiknya dilakukan oleh
lembaga yang bersangkutan. Oleh karena guru yang mengikuti program yang akan
dilakukan antara sekolah dasar dan MI sebagai pemberi kerja dengan lembaga yang
bersangkutan sebagai pelaksana kerja. Bisa jadi lembaga tidak beredia
mengembangkan program sertifikasi tersebut bilamana jumlah guru sebagai
pesertanya sedikit.Untuk mengatasi hal tersebut program sertifikasi ini
diperuntukan bagi sekolah dasar atau MI sekecamatan atau sekabupaten/kota,
sehingga kontrak kerjanya bukan antara sekolah dasar dengan lembaga melainkan
dengan lembaga penyelenggara.Kontrak kerjasama tersebut akan meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a.
Jumlah peserta.
b.
Jumlah biaya yang diperlukan.
c.
Jenis-jenis materi pendidikan yang
diberikan, selain mata pelajaran yang diujiankan sekolah dasar atau MI
diberikan juga materi pengelolaan kelas, psikologi perkembangan anak,
perencanaan pembelajaran dan materi lain di lembaga.
d.
Fasilitas-fasilitas penunjang yang akan
disediakan.
4.
Guru program sertifikasi
Program sertifikasi diperuntukan bagi
guru kelas dan guru mata pelajaran sekolah dasar dan MI yang telah menempuh
pendidikan sarjana.Guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi ini
yaitu.
a. Berusia
tidak lebih dari 45 tahun
b. Telah
mempunyai pengalaman mengajar setidaknya 5 tahun.
c. Bersedia
mengikuti peraturan dan kebijakan yang telah ditentukan.
5.
Pelaksanaan program sertifikasi
Pelaksanaan program sertifikasi merupakan salah satu
bentuk pembinaan profesionalisme guru yang melibatkan banyak pihak, oleh karena
itu program tersebut dilaksanakan secara sistematis.Berikut adalah
langkah-langkah dari pelaksanaan sertifikasi, yaitu.
a.
Mendaftarkan guru-guru yang diprogramkan
untuk mengikuti program sertifikasi sesuai dengan usulah dari sekolah terkait.
b.
Kepala Kantor Dinas Pendidikan
mengirimkan guru yang diikutkan dalam program sertifikasi ke LPTK tertentu yang
ditunjuk.
c.
LPTK melakukan seleksi penerimaan atau
prosedur administratif dan memberikan hasilnya kepada Kepala Dinas Pendidikan.
d.
Peserta yang telah dinyatakan diterima
harus menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program sertifikasi
tersebut.
e.
Kepala Kantor Dinas Pendidikan melakukan
negosiasi dengan LPTK tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan bersama.
f.
Penandatangan kontrak yang telah
disepakati dilakukan oleh Kantor Kepala Dinas Pendidikan dengan LPTK.
g.
Pelaksanaan program sertifikasi oleh
LPTK.
h.
Kantor Kepala Dinas Pendidikan melakukan
supervise secara rutin terhadap penyelenggara sertifikasi tersebut.
i.
Pada akhir pelaksanaan LPTK
penyelenggara sertifikasi berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya secara
tertulis kepada Kantor Kepala Dinas Pendidikan.
6.
Surat tanda tamat pendidikan
Pada akhir pelaksanaan program
sertifikasi LPTK penyelenggara mengeluarkan ijazah.Ijazah sebagai alat bukti
yang sah bahwa yang bersangkutan telah mengikuti program sertifikasi yang
diselenggarakan oleh LPTK.
F. Undang-Undang
Guru dan Dosen
Undang-Undang
Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah
pekerjaan profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban
profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total
pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD No 14
tahun 2005 ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.Kompetensi profesi
pendidik meliputi kompetensi pedagodik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial.
1.
Isi Undang-Undang
Guru dan Dosen
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU
DAN DOSEN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. Bahwa pembangunan nasional dalam
bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat
yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan
akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan
akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan
dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran,
dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang
pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai
profesi yang bermartabat.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Guru dan Dosen.
Mengingat
: 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal
31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya
disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih
mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam
setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian
kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru
atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang
pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan
jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal
sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan
yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru.
14.
Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi
tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu
kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau
dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh
guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi
dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17.
Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan
kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain;
daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada
dalam keadaan darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara
Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat
pendidik.
Pasal 4
Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan
guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1)
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan
profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Pasal 9
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap
orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama
untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berhak:
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.
Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan
tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.
Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan
prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.
Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan
dalam melaksanakan tugas;
h.
Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam
penentuan kebijakan pendidikan;
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)
Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di
daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk
tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru,
serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 20
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif
atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik
dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan
kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1)
Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi
akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan
warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat
menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan
dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan
guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk
menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga
pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan
lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan,
Pemindahan,
dan Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru,
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata
untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan
guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara
merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus
sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi
kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan
secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan
pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena
alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan,
Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus
memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan
pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan
tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan
di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah
khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru,
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk
menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang
bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari
jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat
dari jabatan sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh)
tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Pasal 33
Kebijakan
strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di
daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan
dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam
rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang
tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar
lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan
kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1)
Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi, profesi dan atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas
(2)
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
(3)
Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap
tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil daripihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain
(4)
Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pemusatan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi dan pemantasan/pelanggaran lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas
(5)
Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan atau
resiko lain.
Bagian
Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1)
Guru
memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(2)
Guru
dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan pemerintah
Bagian
Kesembilan
Organisasi
Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)
Guru
dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen
(2)
Organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karir, wawasan, pendidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat
(3)
Guru
wajib menjadi anggota profesi
(4)
Pembentukan
organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
(5)
Pemerintah
dan atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru
Pasal 42
Organisasi
profesi guru mempunyai kewenangan :
a.
Menetapkan
dan menegakkan kode etik guru
b.
Memberikan
bantuan hukum kepada guru
c.
Memberikan
perlindungan profesi guru
d.
Melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru dan
e.
Memajukan
pendidikan nasional
Pasal 43
(1)
Untuk
menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik
(2)
Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi normadan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan
Pasal 44
(1)
Dewan
kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru
(2)
Keanggotaan
serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam anggaran dasar organisasi profesi guru
(3)
Dewan
kehormatan guru sebagaimana dirnaksud pada ayat (1). dibentuk untuk mengawasi
pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas
pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)
Rekomendasi
dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
objektif, tidak diskriminatif, clan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Organisasi profesi guru wajib
melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
BAB V
DOSEN
Bagian
Kesatu
Kualifikasi,
Kompetensi, Sertifikasi,
dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)
Kualifikasi
akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)
Dosen
memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.
Lulusan
program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.
Lulusan program doktor untuk program
pascasarjana.
(3)
Setiap
orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi
dosen.
(4)
Ketentuan
lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan ayat
(2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan petididikan tinggi.
Pasal 47
(1)
Sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Memiliki
pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun;
b.
Memiliki
jabatan akademik sekurang-k-urangnya asisten ahli; dan
c.
Lulus
sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2)
Pemerintah
menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
48
(1)
Status
dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)
Jenjang
jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, Iektor, lektor kepala,
dan profesor.
(3)
Persyaratan
untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik
doktor.
(4)
Pengaturan
kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh
setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1)
Profesor
merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang
mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2)
Profesor
memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya
untuk mencerahkan masyarakat.
(3)
Profesor
yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa
dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi
profesor paripurna.
(4)
Pengaturan
lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang--undangan.
Pasal 50
(1)
Setiap
orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2)
Setiap
orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib mengikuti proses seleksi.
(3)
Setiap
orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik
tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi,
clan pengalaman yang dimiliki.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Hak dan
Kewajiban
Pasal 51
(1)
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a.
memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.
mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.
memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.
memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,
sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada.
masyarakat;
e.
memiliki
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f.
memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik;
dan
g.
memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi
keilmuan.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 52
(1)
Penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas
sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)
Dosen
yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dosen
yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian. kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 53
(1)
Pemerintah
memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
(2)
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu)
kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
(3)
Tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1)
Pemerintah
memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2)
Pemerintah
memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)
Tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1)
Pemerintah
memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada
dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2)
Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali
gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)
Tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belarija negara.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)
Pemerintah
memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji
pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)
Maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi
pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain.
(2)
Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1)
Dosen
yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan
fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)
Dosen
yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang
disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen
berkewajiban:
a.
Melaksanakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.
Merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
c.
Meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.
Bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
e.
Menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
f.
Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian
Ketiga
Wajib Kerja
dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1)
Dalam
keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada
dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik
dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam
keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 62
(1)
Pemerintah
dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan
daerah.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Pengangkafian,
Penempatan, Pemindahan,
dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif
dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan, tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)
Pengangkatan
dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang tiersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatari kerja
bersama.
(4)
Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu.
Pasal 64
(1)
Dosen
yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan, struktural sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada
jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen
pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)
Dosen
dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.
Meninggal
dunia;
b.
Mencapai
batas usia pensiun;
c.
Atas
permintaan sendiri;
d.
Tidak
dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan
karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e.
Berakhirnya
perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.
(2)
Dosen
dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.
Melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b.
Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.
Melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
(3)
Pemberhentian
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)
Pemberhentian
dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5)
Profesor
yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh
puluh) tahun.
(6)
Dosen
yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen,
kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1)
Pemberhentian
dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah
dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)
Dosen
pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi
finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian
Kelima
Pembinaan
dan Pengembangan
Pasal 69
(1)
Pembinaan
dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir.
(2)
Pembinaan
dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
(3)
Pembinaan
dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4)
Pembinaan
dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)
Pemerintah
wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(2)
Satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)
Pemerintah
wajib memberikan anggaran untuk meningka.tkan profesionalitas dan pengabdian
dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan /
atau masyarakat.
Pasal 72
(1)
Beban
kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing
dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan
pengabdian kepada masyarakat.
(2)
Beban
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12
(dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas)
satuan kredit semester.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian
Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1)
Dosen
yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus
berhak memperoleh penghargaan.
(2)
Dosen
yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan
dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)
Penghargaan
dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
profesi keiam.uan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)
Penghargaan
dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)
Penghargaan
dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)
Penghargaan
kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun
kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun
kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan
nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1)
Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2)
Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan clan kesehatan kerja
(3)
Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
dan/atau pihak lain.
(4)
Perlindungan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap
pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen
dalam pelaksanaan tugas.
(5)
Perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain.
(6)
Dalam
rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data
dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundangundangan.
Bagian
Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1)
Dosen
rnemperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Dosen
memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1)
Guru
yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan tertulis;
c. Penundaan pemberian hak
guru;
d. Penurunan pangkat;
e. Pemberhentian dengan
hormat; atau
f. Pemberhentian tidak
dengan hormat.
(3)
Guru
yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)
(4)
Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5)
(5)
Guru yang melakukan pelanggaran kode elik dikenai sanksi oleh organisasi
profesi.
(6)
(6)
Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1)
Dosen
yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Sanksi
sebagaimana d maksud. pada ayat (1) berupa:
a.
Teguran;
b.
Peringatan
tertulis;
c.
Penundaan
pemberian hak dosen;
d.
Penurunan
pangkat dan jabatan akademik;
e.
Pemberhentian
dengan hormat; atau
f.
Pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3)
Dosen
yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(4)
Dosen
yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan pcrjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5)
Dosen
yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1)
Penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4),
Pasal 71 dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Sanksi
bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.
Teguran;
b.
Peringatan
tertulis;
c.
Pembatasan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.
pembekuan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 80
(1)
Pada
saat mulai berlakunya Undang-Undang ini :
a.
Guru
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki -sertifikat
pendidik.
b.
Dosen
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
sertifikat pendidik.
(2)
Tunjangan
fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 82
(1)
Pemerintah
mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua
belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)
Guru
yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat, pendidik sebagaimana
dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan
sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan
untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18
(delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 30 Desember ;2005
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 30 Desember 2005
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA
AD
INTERIM,
Ttd
PROF.
DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBAGA
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
TAHUN 2005 NOMOR 157
2.
Kelebihan Dan Kekurangan
a. Kelebihan
UUGD
1)
Kesejahteraan guru dan dosen terjamin.
2) Guru
dan dosen mendapatkan penghargaan yang layak untuk pengabdiannya terhadap
bangsa dan Negara Indonesia.
3)
Meningkatnya kualitas tenaga pendidik
guru dan dosen karena harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
4)
Guru dan dosen bisa lebih professional
dengan tanggung jawab yang besar.
b.
Kelemahan UUGD
1)
Sertifikasi atau tunjangan untuk Guru
dan Dosen belum merata, khususnya bagi Guru yang hampir memasuki usia pensiun.
Mereka belum mengerti benar akan sistematika program sertifikasi dari
pemerintah ini. Serta Guru tersebut harus mengikuti ujian-ujian yang dirasa
sulit untuk usia tersebut dan ujian itu menggunakan alat-alat IT seperti
komputer dan Internet yang belum tentu mereka kuasai.
2)
UUGD cenderung menguntungkan guru dan
dosen PNS, sementara itu di Indonesia guru dan dosen non PNS jumlahnya sangat
banyak serta mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama dengan guru dan dosen
PNS.
3)
Jumlah peminat profesi guru dan dosen
meningkat demi mengejar status sertifikasi.
4)
Sebagian guru dan dosen yang telah
diberikan amanat penting oleh pemerintah justrumenyepelakan. Contohnya, ketika
diadakan sidak banyak guru dan dosen yang tidak tertib, pada jam kerja banyak
pula PNS khususnya guru dan dosen yang jalan-jalan di pusat perbelanjaan atau
tempat rekreasi lainnya.